Yogyakarta (MAN 2 Yogyakarta) – Giat literasi dan kompetensi numerisasi terus digiatkan MAN 2 Yogyakarta. Tidak hanya berhenti di sini, di bidang sastra, untuk meriahkan Bulan Bahasa, Kanit ILC, Diah Wijiastuti, S.S, Kepala Perpustakaan Sri Narwanti, S.Pd dan tim gelar Talk Show Sastra pada Kamis (04/11/2021) bertempat di aula lantai 3, menghadirkan Sastrawan Latief S Nugraha. Kegiatan ini diikuti kelas X Ilmu Bahasa, dan kelas XI Ilmu Bahasa.
Latief S Nugraha menyampaikan materi tentang Meta, Sastra dan Bahasa. ” Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tidak dapat dilepaskan dari masyarakat Indonesia yang pada umumnya adalah masyarakat yang bilingualisme. Di samping menguasai bahasa Indonesia, masyarakat Indonesia juga menguasai bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017 mengampanyekan Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing.”
“Jika hendak mengenal orang berbangsa, lihat dari budi dan bahasa (Gurindam karya Raja Ali Haji). Sastra merupakan unsur yang amat penting yang mampu memberikan wajah manusiawi, unsur-unsur keindahan, keselarasan, keseimbangan, perspektif, harmoni, irama dalam setiap gerak kehidupan manusia dalam menciptakan peradaban,” jelas Latief S Nugraha lebih lanjut.
Pada kegiatan ini dipilih dua peserta talkshow yang memberi pertanyaan terbaik kepada narasumber. Terpilih Salwa Aulia A, X IBB dan Afif Kholid A, XI IBB. Penghargaan disampaikan saat acara Grand Event Bulan Bahasa, pada hari itu juga, Kamis (04/11/2021). Para peserta mengikuti dengan sangat baik dari awal sampai akhir acara.
Akhir materi disampaikan, “Meta: bahasa dan sastra dalam hal ini merupakan kesadaran berpikir bahwa bahasa dan sastra merepresentasikan antara yang nyata dan yang asli serta yang fiksi. Bagaimana bahasa menguraikan bahasa? Bagaimana sastra menguraikan sastra? Pernyataan dan pertanyaan ini terkait dengan fenomena sosial kehidupan manusia di era postmodern ini dalam kondisi post truth, ketika kebohongan menyamar menjadi kebenaran. Di sini kita mengalami kesulitan membedakan batas antara yang nyata, asli, dan fiksi. Kenapa sulit? Karena kehidupan di dalam dunia nyata dan maya sama-sama asli sekaligus fiksi.” (pus)