Yogyakarta (MAN 2 Yogyakarta) — Selasa (25/11/2025), halaman utama MAN 2 Yogyakarta, tepat di depan Gedung Perpustakaan dan Laboratorium IPA, berubah menjadi panggung penghormatan yang hening namun menguatkan. Tanpa properti berlebih, nurani kebangsaan justru tampil paling lantang dari gestur, suara, dan penghayatannya. Hari Guru Nasional 2025 (HGN 2025) di madrasah ini menghadirkan suasana yang tidak sekadar khidmat, tetapi menyalakan rasa bangga sebagai insan Indonesia.
Keistimewaan
langsung terasa ketika barisan peserta dan petugas upacara berdiri rapi dengan
pakaian Nusantara. Tak ada gemerlap seremoni formalistik, namun batik, beskap,
kebaya, dan wastra daerah yang dikenakan guru dan murid menjadi penanda: bahwa
mencintai guru sama dengan mencintai akar budaya, dan mencintai pendidikan sama
dengan merawat Indonesia. Deretan warna tradisi itu menyatu dengan barisan masa
depan, memotret wajah pendidikan yang beridentitas.
Momen
mengesankan terjadi saat prosesi pengibaran bendera. Alih-alih
murid seperti setiap tahun, kali ini tiga guru berdiri tegap sebagai petugas
pengibar bendera: Muhammad Feni, S.Pd.I, Muhammad Hardiyanto, S.Kom, dan
Muhammad Iqna, S.Pd. Dengan tangan yang biasa membimbing dan mengoreksi tugas,
pagi itu mereka mengoreksi arah angin mengibarkan Merah Putih dengan presisi
laksana prajurit, tetapi dengan hati seorang pendidik. Bendera terangkat
perlahan, namun pesan keteladanan terangkat paling tinggi.
Upacara
dipandu dengan wibawa oleh Pemimpin Upacara, Brian Yudhi Hertanto, S.Pd yang
suaranya lantang namun meneduhkan, menegaskan sisi kepemimpinan generasi yang
terlatih berbicara di ruang publik. Ia didukung petugas lainnya: Nurul Zulaika,
S.Pd, Harun Ikhwantoro, S.Pd, Fatika Firda Nandara, S.Pd, dan Winda Hastuti, S.Pd yang menjalankan
tugas protokol upacara dengan disiplin dan ketegasan kolektif. Di halaman itu,
kolaborasi bukan sekadar kerja tim tetapi denyut napas madrasah.
Pada
sesi amanat, Kepala Madrasah, Hartiningsih, S.Pd., M.Pd., membacakan Amanah
Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., yang menekankan bahwa:
“Guru
adalah pilar utama pembangunan pendidikan. Maju mundurnya suatu bangsa
ditentukan oleh sistem pendidikan yang tanggung jawab besarnya berada di pundak
guru.”
“Pendidikan
bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi pembentukan karakter, akhlak, serta
budi pekerti.”
“Didiklah
anak-anak kita dengan cinta, agar lahir generasi yang mencintai Tuhan, Tanah
Air, dan sesama manusia.”
Amanat
tersebut juga menggarisbawahi tema HGN 2025: “Merawat Semesta Dengan Cinta”,
menekankan bahwa guru tidak hanya bertugas menanam ilmu, tetapi juga benih
kepekaan, welas asih, dan tanggung jawab pada lingkungan. Pesan ini hadir
begitu relevan bagi dunia pendidikan hari ini, di era di mana manusia
membutuhkan manusia untuk memanusiakan masa depan.
Klimaks
emosional lahir dari Persembahan Puisi peserta didik, yang disiarkan melalui suara
Karendra, Ketua OSIS, mewakili ribuan rasa terima kasih dari hati murid. Puisi
itu menggema tajam, namun bukan menghentak, melainkan meresap:
“Jika
pahlawan gugur di medan menegakkan kemerdekaan,
guru
gugur di medan menegakkan masa depan.
Ia
berdiri bukan demi nama,
tetapi
demi generasi yang ia percayai: kita.”
Sejenak
halaman mungkin hening, tetapi hati seluruh barisan justru ramai oleh rasa
hormat yang tak berteriak. Tepuk tangan kemudian pecah, bukan karena kata
selesai, melainkan karena pesan baru dimulai.
Upacara
HGN 2025 MAN 2 Yogyakarta menjadi pengingat besar, bahwa keteladanan tidak
memerlukan panggung mewah, ia hanya memerlukan keberanian untuk berdiri di
atasnya. Guru hari itu bukan hanya diberi penghormatan, melainkan memberi
penghormatan dengan menjadi pengibar, penjaga barisan, dan penjaga harapan.
Karena
sejatinya, guru adalah perpustakaan hidup yang tidak membaca buku, tetapi
membaca masa depan. (pusp)
Berikan Komentar