Perkuat Kompetensi Guru, Tunjang Komunikasi Global: MGMP Bahasa Jepang DIY 2025 di MAN 2 Yogyakarta Jadi Jembatan Literasi Budaya Internasional

Yogyakarta (MAN 2 Yogyakarta) – Hari Guru Nasional 2025 menjadi momentum refleksi yang menembus batas ruang kelas. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, semangat tersebut diterjemahkan dalam sebuah forum strategis yang berdaya dampak tinggi: Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jepang DIY 2025, yang digelar pada Jumat, 21 November 2025, pukul 13.00–16.30 WIB, di Ruang Broadcasting Class (BC), MAN 2 Yogyakarta. Kegiatan ini menghadirkan 21 guru dari jenjang SMA/SMK/MA se-DIY, menjadi panggung kolaborasi lintas sekolah yang berorientasi pada peningkatan kompetensi global.

Atmosfer pembelajaran sore itu terasa hidup sejak menit pertama, ketika Kadoi Minako, M.A., Menteri Agama Republik Indonesia melalui amanatnya yang disampaikan, menegaskan bahwa penguasaan bahasa asing harus diperkuat dengan pemahaman budaya. Hal ini kemudian diterjemahkan secara konkret dalam sesi inti yang dibawakan oleh Kadoi Minako, M.A., seorang Tenaga Ahli Bahasa Jepang yang berperan sebagai Japanese Language Specialist sekaligus Japanese Language Specialist di bawah naungan Japan Foundation. Materi yang disampaikan berfokus pada cara mengajarkan budaya Jepang dalam pembelajaran bahasa, sebuah pendekatan yang semakin relevan di era komunikasi antarbangsa.

Sebelum memasuki pemaparan materi, sesi dibuka oleh ice breaking menarik bertajuk “tebak nama hewan”, menggunakan kertas kecil yang dibagikan kepada peserta. Tawa dan antusiasme mengisi ruang, memecah kejenuhan, sekaligus memperlihatkan pentingnya strategi pembelajaran yang humanis. Kadoi Minako kemudian memandu peserta menelusuri konsep budaya yang terlihat dan yang tidak terlihat, merujuk pada sumber belajar digital resmi Japan Foundation dalam platform ERIN. Ia mengajak para guru menganalisis bagaimana mengenalkan budaya kasat mata seperti kimono, tradisi makan, dan festival sebelum menyingkap budaya yang tak tampak, yaitu nilai, pola pikir, dan perilaku, yang sebenarnya menjadi roh dari sebuah bahasa.

“Budaya yang terlihat mudah dikenali, tetapi budaya yang tidak terlihat lebih besar pengaruhnya dalam membentuk cara berkomunikasi masyarakatnya,” ujar Kadoi Sensei saat memantik diskusi. Pernyataan ini membuka ruang refleksi peserta bahwa belajar bahasa tanpa belajar budaya ibarat membaca halaman tanpa memahami isinya. Melalui dialog interaktif, peserta didorong merumuskan strategi kreatif untuk membawa budaya masuk ke proses belajar, agar siswa tidak hanya mahir bercakap, tetapi juga bijak dan peka dalam memahami perbedaan, bekal utama dalam komunikasi global.

Kegiatan tersebut juga diperkuat oleh kehadiran 3 Nihongo Partners (NP) sebagai native speaker muda pendamping pembelajaran budaya di DIY. Mereka adalah Oishi Akari, yang bertugas di SMAN 4 Yogyakarta dan SMKN 1 Godean; Kamemura Atsuko, yang menjalankan tugas di SMAN 2 Yogyakarta; serta Mahiro Hara, yang aktif di SMA BOPKRI 2 dan SMK Kesehatan Binatama. Intervensi langsung dari para penutur asli ini memberikan warna berbeda, karena peserta dapat belajar langsung dari sumber bahasanya, bukan hanya dari teori.

Pada sesi sambutan, Kepala MAN 2 Yogyakarta, Hartiningsih, S.Pd., M.Pd., menyampaikan rasa syukur sekaligus apresiasi mendalam. Hartiningsih mengucapkan terima kasih kepada MGMP Bahasa Jepang DIY yang telah memberikan kepercayaan kepada MAN 2 Yogyakarta sebagai tuan rumah. “Kami sangat mendukung forum ini. Semoga lahir inovasi dan strategi pembelajaran yang efektif, sehingga budaya dan bahasa dapat berjalan seiring untuk mendidik generasi yang mampu berkomunikasi antarbangsa,” ucapnya. Dukungan penuh dari madrasah ini menunjukkan komitmen bahwa kolaborasi guru adalah energi perubahan yang berkelanjutan.

Salah satu testimoni inspiratif datang dari Diah Wijiastuti, S.S., Guru Bahasa Jepang MAN 2 Yogyakarta sekaligus peserta MGMP. Ia menyatakan kebahagiannya dapat mengikuti forum tersebut. “Belajar bahasa tidak bisa lepas dari belajar budaya. Ini menambah wawasan kami mengenai periIaku masyarakat, serta memperkuat pemahaman lintas budaya. Pada akhirnya, ini tidak hanya menunjang pembelajaran, tetapi juga menunjang komunikasi global,” ungkapnya penuh antusias. Pernyataannya kemudian disambut anggukan setuju dari peserta, yang merasakan hal sama belajar, terhubung, dan bertumbuh.

Forum MGMP 2025 ini pun menutup rangkaian dengan kesan yang mendalam bahwa guru-guru DIY bukan hanya mempelajari bagaimana mengajar, tetapi mempelajari bagaimana memahami dunia. Dari Yogyakarta, mimpi itu dirumuskan kembali, mengajar bahasa sebagai gerbang budaya, dan mengajar budaya sebagai jalan menuju komunikasi global. (pusp)


Berikan Komentar

Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
wa Chat via WhatsApp